Pengertian
Teori Siklus.
Teori siklus adalah suatu teori perubahan sosial
yang merupakan proses seperti gelombang yang naik dan turun. Perubahan sosial
dengan model siklus memandang perkembangan secara pesimis. Perubahan bersifat
siklus yang selalu berulang seperti perkembangan mahkluk hidup, mulai dari
lahir, anak-anak, remaja, dewasa hingga kematian.
Tokoh
– Tokoh Teori siklus
1. IBNU
KHALDUN
Biografi
Biografi
Singkat Ibnu Khaldun
1. Ibnu Khaldun sejatinya pemikir dan ulama peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opusnya, al muqaddimah. Ia lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M dengan namaAbdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibarahim bin Abdurrahman bin Khaldun, dan lebih dikenal dengan ibnu khaldun.
1. Ibnu Khaldun sejatinya pemikir dan ulama peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opusnya, al muqaddimah. Ia lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M dengan namaAbdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibarahim bin Abdurrahman bin Khaldun, dan lebih dikenal dengan ibnu khaldun.
2.
Penelitiannya tentang sejarah dengan menggunakan metode yang berbeda dari
penelitian Ilmuwan pada saat itu juga disebut sebagai bibit dari kemunculan
Filsafat Sejarah. Kehidupannya yang malang melintang di Tunisia (Afrika) dan
Andalusia, serta hidup dalam dunia politik tak ayal mendukung pemikirannya
tentang Politik serta Sosiologi tajam dan mampu memberikan sumbangsih yang
besar pada Ilmu Pengetahuan.
3. Adapun karya karya yang
dihasilkan oleh Ibnu Khaldun adalah At-Ta’Ariif Bi Ibn Khaldun (sebuah kitab
autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya), Muqaddimah (pendahuluan atas
kitabul al ibar yang bercorak sosio historis, dan filosofis), Lubab Al Muhassal
Fi Ushul Ad-Diin (sebuah kitab permasalahan dan pendapat-pendapat teologi) yang
merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Af-Kaar Al Mutakaddamiin Wa Al Muta‟
Akh Khiriin karya Imam Fakhruddin Ar-Razi.Theory Of Historical Cycle Of Motion (Fase
Primitif/Nomaden, Urbanisasi, Kemewahan, Kemunduran)
1.
Basis Asumsi Teori
Fenomena sosial masyarakat merupakan wilayah studi
yang tidak pernah kering untuk dikaji. Manusia sebagai makhluk multidimensi
memiliki kecenderungan eksentris, pencurahan diri keluar. Secara antropologis
manusia tidak memiliki struktur tubuh yang mantap atau habitat tertentu
sebagaimana hewan. Dengan melakukan pencurahan diri keluar, manusia akan
memperoleh identitas dan eksistensinya.
Dalam kitab Muqaddimahnya ia mengkaji “realitas
realitas al-„umranal-basyari” atau keadaan kemasyarakatan manusia, yang mana
keadaan tersebut dinamakan fenomena-fenomena sosial dan inilah yang merupakan
objek pembahasan sosiologi. Ibn Khaldun (1332-1406 M) yang merupakan pioner
Islam dalam studi sejarah perkembangan peradaban telah merumuskan konsep
perkembangan masyarakat secara dialektis menjadi tiga tahap yaitu tahap
masyarakat primitif, tahap kehidupan negara dan tahap kehidupan kota. Sebagaimana
perkataannya dalam muqaddimah “Ketahuilah bahwa sejarah adalah catatan tentang
masyarakat ummah manusia atau kebudayaan dunia, tentang perubahan perubahan
yang terjadi pada watak masyarakat itu, seperti keprimitifan, keramahtamahan,
dan solidaritas kelompok. Adapun metode yang ia gunakan dalam mengkaji fenomena
fenomena sosial adalah metoda yang ilmiah, karena dalam mengkaji bidang ini
(fenomena) sosial ia selalu bertanya “mengapa” dan ia jawab pertanyaan ini
dengan ungkapan ungkapan yang dimulai dengan “sebabnya ialah” atau “hal ini
terjadi karena”.
2.
Pandangan Terhadap Manusia
Menurut Ibnu Khaldun bahwa secara esensial manusia
itu bodoh dan menjadi berilmu melalui pencarian ilmu pengetahuan. Alasan yang
dikemukakan bahwa manusia adalah bagian dari jenis binatang dan Allah SWT telah
membedakannya dengan binatang dengan diberi akal pikiran. Kemampuan manusia
untuk berpikir baru dapat dicapai setelah sifat kebinatangannya mencapai
kesempuranaan, yaitu dengan melalui proses kemampuan untuk membedakan. Sebelum
pada tahap ini manusia sama sekali persis sperti binatang, manusia hanya berupa
setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa
mentalnya. Kemudian Allah memberikan anugerah berupa pendengaran, penglihatan,
dan akal. Pada waktu itu manusia adalah materi sepenuhnya karena ia tidak dapat
mempunyai ilmu pengetahuan. Dia mencapai kesempurnaan bentuknya melalui ilmu
pengetahuan yang dicari melalui organ tubuhnya sendiri. Setelah manusia
mencapai eksistensinya, dia siap menerima apa yang dibawa para Nabi dan
mengamalkannya demi akhirat.
Setelah itu pikiran dan pandannya dicurahkan pada
hakekat kebenaran satu demi satu demi memperhatikan peristiwa peristiwa yang
dialaminya yang berguna bagi esensinya. Akhirnya dia menjadi terlatih sehingga
pengajaran terhadap gejala hakekat menjadi suatu kebiasaan (malakah) baginya. Ketika
itu ilmunya menjadi ilmu yang spesial dan jiwa generasinya yang sedang tumbuh
pun tertarik untuk memperoleh ilmu tersebut. Merekapun meminta bantuan para
ahli ilmu pengetahuan dan dari sinilah timbul pengajaran. Inilah yang oleh ibnu
khaldun dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan hal yang alami di dalam
peradaban manusia. Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun didalam
bukunya Muqaddimah tidak merumuskan tujuan pendidikan secara jelas, akan tetapi
dari uraian yang tersirat dapat diketahui tujuan yang seharusnya dicapai dalam pendidikan.
Dalam hal ini al-Toumy mencoba menganalisa isi muqaddimahnya dan ditemukan
beberapa tujuan pendidian yang hendak dicapai.
1.
Menyiapkan seorang dari sisi keagamaan untuk menyapampaikan syiar agama.
2. Menyiapkan seseorang dari sisi
akhlak agar membentuk kepribadian yang sempura berbudi pekerti luhur dan akhlak
mulia.
3.
Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan sosial
4.
Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
5.
Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran sebab dengan pemikiran manusia dapat
saling berbagi.
6.
Menyiapkan seseorang dari segi kesenian seperti musik, syair, khat, seni bina,
dll.
3.
Pandangan Terhadap Masyarakat
Konsep kunci yang diajukan Ibn Khaldun untuk
memahami proses perubahan masyarakat adalah ashabiah (solidaritas sosial atau
kohesi sosial). Solidaritas sosial (ashabiah) ini menyatukan orang untuk meraih
tujuan yang sama, juga untuk mengendalikan masyarakat. Ashabiah terbentuk pada
awalnya dari pertalian darah. Tetapi ia juga terbentuk dari perserikatan,
persekutuan dan kesetian sosial. Tujuan ashabiah pada akhirnya adalah
tercapainya kedaulatan (al mulk, otoritas politik). Sebuah kedaulatan dijaga
tegaknya oleh ashabiah. Setelah kedaulatan dicapai, ashabiah bisa ditinggalkan,
karena kedaulatan politik kemudian menjadi sesuatu yang given bagi masyarakat
kemudian.
Kemenangan pada perbenturan antar golongan
bergantung solidaritas sosial, ashabiah. Golongan yang ditaklukkan cenderung
meniru budaya para penakluk. Masyarakat pengembara, badui dapat mencapai
kedaulatan hanya melalui agama. Agama berfungsi untuk menundukkan karakter
psikologi badawah (nafsu, irihati, kebrigasan, kekerasan, dsb). Tetapi dakwah
keagamaan juga membutuhkan solidaritas sosial untuk berhasil. Puncak
kedaulatan, sebagai tujuan solidaritas sosial adalah negara. Negara akan
memiliki wilayah luas dan kedaulatan yang kuat jika mendasarkan pada agama.
Merupakan watak alami negara memusatkan kekuasaan pada tangan satu orang
(golongan), juga merupakan watak alami negara menimbulkan kemewahan dan menumbuhkan
sifat menurut dan malas. Pemusatan kekuasaan pada satu tangan dan meratanya
kemewahan dan sifat malas merupakan indikasi kehancuran negara.
Negara memiliki umur, sebagaimana manusia. Siklus
negara terdiri dari tiga generasi. Generasi pertama hidup dalam badawah yang
keras dan jauh dari kemewahan, penuh dengan watak positif pengembara, ashabiah
yang menyatukan masyarakat sangat kokoh dan memberi kekuatan dan kesanggupan
untuk menguasai bangsa lain. Generasi kedua, generasi ini berhasil meraih
kekuasaan dan mendirikan negara, terjadi peralihan dari badawah kepada hadharah
(kota). Kemewahan mulai muncul, rasa puas dengan apa yang dimiliki melonggarkan
ashabiah. Rasa rendah dan suka menyerah juga mulai tampak.
Generasi ketiga, generasi ini telah lupa pada
peringkat hidup nomadik dan hidup kasar. Kemewahan telah merusak, karena besar
dalam hidup yang senang dan gampang. Pada generasi ketiga ini negara mulai
meluncur turun. Hingga nantinya negara hancur. Kehancuran sebuah negara menjadi
titik anjak munculnya negara baru. Negara baru ini tidak dibangun dari nol.
Tetapi berdasar pada pencapaian-pencapaian negara sebelumnya (yang telah hilang
dari putaran sejarah). Kemudian siklus dimulai kembali. Pola siklus yang sama
dengan tingkat peradaban negara yang berbeda-beda. Jadi pola siklus tidak
melingkar, namun spiral. 6 prinsip yang menjadi landasan sosiologi
1.
Fenomena sosial mengikuti pola-pola yang sah menurut hukum. Pola
tersebut tidak sekaku pola yang berlaku dalam alam fisik namun menunjukkan
keteraturan yang cukup untuk dapat dikenali dan dilukiskan. Jelas ini
menceriminkan pandangan radikal yang bertolak dari ide bahwa kehidupan sosial
mengikuti kemauan abadi dari Allah atau perubahan takdir yang tak dapat
diramalkan.
2. Hukum-hukum perubahan itu
berlaku pada tingkat kehidupan masyarakat (bukan pada tingkat individual).
Karena itu meskipun kehidupan individual bukan merupakan pion dari kekuatan
historis yang sangat besar itu, individu itu pun tak mampu melarikan diri dari
hambatan-hambatan yang sangat besar itu, individu itu pun tak mampu melarikan
diri dari hambatan-hambatan yang ditimpakan atas perilakunya oleh hukum-hukum
masyarakat.
3. Hukum-hukum proses sosial harus
ditemukan melalui pengumpulan banyak data dan mengamati hubungna antara
berbagai variabel. Catatan yang berasal dari masa lalu dan pengamatan di masa
sekarang, dapat menyediakan data yang diperlukan. Penekanan terhadap dasar
empiris dari pengetahuan sosial ini mencerminkan pangkal tolak khaldun yang
khas. Dalam hal ini ia bertolak dari pandangan umum yang lebih rasioanal dan
pandangan mistik yang berasal dari abad ke 14.
4. Hukum-hukum sosial yang serupa,
berlaku dalam berbagai masyarakat yang serupa strukturnya. Masyarakat dapat
dibedakan baik dari segi waktu maupun tempat, namun ditandai oleh hukum-hukum
yang serupa karena kesamaan struktur sosialnya.
5. Masyarakat ditandai oleh
perubahan. Tingkat perubahan antara masyarakat yang satu dan yang lain mungkin
sangat berbeda. Menurut khaldun, di zaman lampau tak banyak perubahan berarti
yang terjadi selama jangka panjang. Tetapi di masa hidupnya, seperti yang
diamatinya, “seluruh umat manusia telah berubah dan seluruh dunia telah
berubah, semua manusia seolah-olah telah menjadi makhluk baru, jelmaan baru,
dunia telah melahirkan kehidupan baru”.
6. Khaldun pula memikirkan pula
pengaruh lingkungan fisik terhadap perilaku manusia, misalnya memperhatikan
pengaruh iklim terhadap penduduk di kawasan tropis dan pengaruh udara dan
makanan. Daya dorong sejarah harus dipahami menurut fenomena sosial seperti
solidaritas, kepemimpinan, mata pencaharian dan kemakmuran. Perubahan sosial
harus dilihat menurut variabel-variabel sosial, yang dengan sendirinya dapat
menerangkan perubahan.
4.
Bagaimana mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
Adapun konsep kunci dalam teori ibnu khaldun adalah
solidaritas sosial. Menurut hemat kami dalam mengaplikasikan teori ini ke dalam
realitas kehidupan sehari-hari dengan membiasakan berempati diri terhadap orang
lain dan melatih kepekaan sosial terhadap di lingkungan sekitar. Contoh konkrit
ketika pada saat bulan ramadhan kita dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban
untuk membagikannya kepada orang lain yang kurang mampu atau kepada fakir
miskin. Dengan perilaku tersebut tentunya kita menunjukkan rasa solidaritas
terhadap orang lain untuk bisa berbagi bersama sebagai bentuk ibadah sosial.
Selain itu bisa diterapkan dalam kehidupan realitas sehari-hari dengan
menunjukkan rasa sosio-emisional yang terjalin dengan membantu orang yang
sedang dalam susah payah misalnya orang yang sedang membutuhkan pertolongan
dalam pekerjaan yang dilakoni.Khaldun yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol
sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan intelektual dan politik. Ayahnya,
Muhammad Bin Muhammad seorang mantan perwira militer yang gemar mempelajari
ilmu hukum, teologi, dan sastra. Bahkan di usia 17, Khaldun telah menguasai
ilmu Islam klasik termasuk ulum, aqliyah (ilmu kefilsafatan, tasawuf, dan
metafisika). Tunisia ketika itu merupakan pusat para ulama dan sastrawan yang
memungkinkan Ibnu Khaldun muda banyak belajar dari mereka. Selain menggemari
dunia pengetahuan, Ibnu Khaldun juga terlibat dalam dunia politik. Ia pernah
menjabat Shabib al’Allamah (penyimpan tanda tangan) pada pemerintahan Abu
Muhammad ibn Tafrakin di Tunis. Ketika ia menduduki jabatan tersebut usianya
baru menginjak 20 tahun. Situasi politik yang tidak menentu membuat Ibnu
Khaldun berpindah-pindah pekerjaan. Situasi politik tersebut juga mempengaruhi
karir hidupnya. Ketika ia menjabat sebagai sekretaris Kesultanan di Fez maroko,
ia menerima tudingan Abu Inan sebagai komplotan politik yang hendak menyerang
Sultan. Khaldun akhirnya masuk penjara selama 21 bulan gara-gara tudingan
tersebut.
Pada 1375 dia diasingkan di dekat Frenda, Algeria,
empat tahun untuk menyelesaikan karya monumentalnya, al-Mukaddimah. Isi
pengantarnya Kitab al-Ibar (Sejarah Universal). Pada 1382, di kota suci Mekkah,
dia ditawari oleh Sultan kairo untuk menjadi rektor di universitas Islam
terkemuka, Universitas Al Azhar, dia juga ditunjuk sebagai hakim (qadi) Syekh
Maliki Islam. Pada 1400 dia menemani pengganti sultan ke
Damaskus dalam ekspedisi menahan serangan invasi Turki, Tamerlane (Timur Lenk).
Ibnu Khaldun menghabiskan beberapa minggu sebagai tamu agung Tamerlene sebelum
kembali ke Cairo, di sana ia meninggal pada 17 Maret 1406.
Pemekiran Ibnu Khaldun melakukan studi penting tentang faktor
sosiologi, psikologi, dan faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap pembangunan,
perkembangan, dan jatuhnya peradaban. Pada abad 14, Ibnu Khaldun menulis
sejarah universal yang mengungkapkan secara luar biasa luas mengenai kemampuan
pembelajaran dan kemampuan yang tidak biasa dari Ibnu Khaldun yang menyusun
teori umum untuk perhitungan perkembangan politik dan sosial selama
berabad-abad. Dia adalah seorang sejarawan muslim satu-satunya yang menyarankan
alasan sosial dan ekonomi bagi perubahan sejarah, meskipun dibaca dan dikopi
pekerjaannya, tetap tak mengahasilkan pengaruh yang efektif hingga mendorong
pemikiran Barat yang baru diperkenalkan pada abad 19.
Hampir semua kerangka konsep pemikiran Ibnu Khaldun
tertuang dalam al-muqadddimah. Di al-muqaddimah tersebut, Khaldun menerangkan
bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat manusia atau perdaban dunia,
tentang perubahan-perubahan yang terjadi, perihal watak manusia, seperti
keliaran, keramahtamahan, solidaritas golongan, tentang revolusi, dan
pemberontakan-pemberontakan suatu kelompok kepada kepada kelompok lain yang
berakibat pada munculnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan tingkat yang
bermacam-macam, tentang pelbagai kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk
memenuhi kebutuhan hidup maupun kegiatan mereka dalam ilmu pengetahuan dan
industri, serta segala perubahan yang terjadi di masyarakat.
Teori siklus gerak sejarah sebagaimana yang dia pikirkan didasarkan pada adanya kesamaan sebagian masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Teori ini sebenarnya merupakan tafsir atas pemikiran Khladun, Khladun sendiri sebenarnya tidak menyampaikannya secara eksplisit. Satu hal yang disampaikan Khaldun secara eksplisit adalah pemikirannya tentang sejarah kritis. Menurut Khaldun:
"Apabila demikian halnya, maka aturan untuk membedakan kebenaran dari kebatilan yang terdapat dalam informasi sejarah adalah diasarkan kemungkiknan atau ketidakmungkinan...Apabila kita telah melakukan hal demikian, makia kita telah memiliki aturan yang dapat dipergunakan untuk membedakan anatara kebenaran dan kebatilan dan kejujuran dari kebohongan dalam informasi sejarah dengan cara yang logis...selanjutnya apabila kita mendengar tentang suatu peristiwa sejarah yang terjadi dalam peradaban, maka kita harus mengetahui apa yang patut diterima akal dan apa yang merupakan kepalsuan. Hal ini merupakan ukuran yang tepat bagi kita, yang dapat dipergunakan oleh para sejarawan untuk menemukan jalan kejujuran dan kebenaran dalam menukilkan peristiwa sejarah."
Teori siklus gerak sejarah sebagaimana yang dia pikirkan didasarkan pada adanya kesamaan sebagian masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Teori ini sebenarnya merupakan tafsir atas pemikiran Khladun, Khladun sendiri sebenarnya tidak menyampaikannya secara eksplisit. Satu hal yang disampaikan Khaldun secara eksplisit adalah pemikirannya tentang sejarah kritis. Menurut Khaldun:
"Apabila demikian halnya, maka aturan untuk membedakan kebenaran dari kebatilan yang terdapat dalam informasi sejarah adalah diasarkan kemungkiknan atau ketidakmungkinan...Apabila kita telah melakukan hal demikian, makia kita telah memiliki aturan yang dapat dipergunakan untuk membedakan anatara kebenaran dan kebatilan dan kejujuran dari kebohongan dalam informasi sejarah dengan cara yang logis...selanjutnya apabila kita mendengar tentang suatu peristiwa sejarah yang terjadi dalam peradaban, maka kita harus mengetahui apa yang patut diterima akal dan apa yang merupakan kepalsuan. Hal ini merupakan ukuran yang tepat bagi kita, yang dapat dipergunakan oleh para sejarawan untuk menemukan jalan kejujuran dan kebenaran dalam menukilkan peristiwa sejarah."
Teori
Siklus Ibnu Khaldun Mengenai Asal Mula Negara.
Menurut Ibn Khaldun manusia diciptakan sebagai
makhluk politik atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain
dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan
organisasi sosial merupakan sebuah keharusan (dharury) (Muqaddimah: 41).
Setelah organisasi masyarakat terbentuk, dan inilah peradaban, maka masyarakat memerlukan seseorang yang dengan pengaruhnya dapat betindak sebagai penengah dan pemisah antara anggota masyarakat. Ia adalah seseorang dari masyarakat itu sendiri, seorang yang berpengaruh kuat atas anggota masyarakat, mempunyai otoritas dan kekuasaan atas mereka sebagai pengendali/ wazi’ (الوازع)
Kebutuhan akan adanya seseorang yang mempunyai otoritas dan bisa mengendalikan ini kemudian meningkat. Didukung dengan rasa kebersamaan yang terbentuk bahwa seorang pemimpin (rais) dalam mengatur dan menjadi penengah tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan tentara yang kuat dan loyal, perdana Menteri, serta pembantu-pembantu yang lain hingga terbentuklah sebuah Dinasti (daulah) atau kerajaan (mulk). (Muqaddimah: 139).
Setelah organisasi masyarakat terbentuk, dan inilah peradaban, maka masyarakat memerlukan seseorang yang dengan pengaruhnya dapat betindak sebagai penengah dan pemisah antara anggota masyarakat. Ia adalah seseorang dari masyarakat itu sendiri, seorang yang berpengaruh kuat atas anggota masyarakat, mempunyai otoritas dan kekuasaan atas mereka sebagai pengendali/ wazi’ (الوازع)
Kebutuhan akan adanya seseorang yang mempunyai otoritas dan bisa mengendalikan ini kemudian meningkat. Didukung dengan rasa kebersamaan yang terbentuk bahwa seorang pemimpin (rais) dalam mengatur dan menjadi penengah tidak dapat bekerja sendiri sehingga membutuhkan tentara yang kuat dan loyal, perdana Menteri, serta pembantu-pembantu yang lain hingga terbentuklah sebuah Dinasti (daulah) atau kerajaan (mulk). (Muqaddimah: 139).
Berdasarkan
teorinya ‘ashabiyyah, Ibnu Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul
tenggelamnya suatu Negara atau sebuah peradaban menjadi lima tahap, yaitu:
(Muqaddimah: 175) :
1. Tahap sukses atau tahap
konsolidasi, dimana otoritas negara didukung oleh masyarakat (`ashabiyyah) yang
berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.
2. Tahap tirani, tahap dimana
penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Pada tahap ini, orang yang
memimpin negara senang mengumpulkan dan memperbanyak pengikut.
3. Tahap sejahtera, ketika
kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha
membangun negara.
4. Tahap kepuasan hati, tentram dan
damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah
dibangun para pendahulunya.
5.
Tahap hidup boros dan berlebihan.
Tahap-tahap
itu menurut Ibnu Khaldun memunculkan tiga generasi, yaitu:
1. Generasi Pembangun, yang dengan
segala kesederhanaan dan solidaritas yang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan
yang didukungnya.
2. Generasi Penikmat, yakni mereka
yang karena diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan,
menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara.
3. Generasi yang tidak lagi
memiliki hubungan emosionil dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja yang
mereka sukai tanpa mempedulikan nasib negara.
Impian yang tercapai kemudian memunculkan sebuah
peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan
kemunduran suatu peradaban lain (Muqaddimah: 172). Tahapan-tahapan diatas
kemudian terulang lagi, dan begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal
dengan Teori Siklus.
2.
OSWALD SPENGLER
Biografi
Oswald Spengler lahir di Blankenburg (Harz) di Jerman Tengah pada tahun 1880, anak tertua dari empat anak, dan satu-satunya anak laki-laki. Ayahnya, yang semula teknisi pertambangan dan berasal dari garis panjang mineworkers, adalah seorang pejabat di pos Jerman birokrasi, dan ia memimpin keluarganya dengan sederhana namun nyaman di rumah kelas menengah.
Ketika
ia berusia sepuluh tahun keluarganya pindah ke kota universitas Halle. Spengler
menerima pendidikan Gymnasium klasik, mempelajari bahasa Yunani, Latin,
matematika dan ilmu alam. Sini juga ia mengembangkan afinitas kuat untuk seni -
khususnya puisi, drama, dan musik. Spengler pada umur 21 tahun. Spengler
mempelajari bidang studi budaya klasik, matematika, dan ilmu-ilmu fisik.
Pendidikan universitasnya sebagian besar dibiayai oleh sebuah warisan dari
almarhum bibi. Ia gagal dalam ujian pertamanya, tetapi ia lulus di ujian kedua
pada tahun 1904 dan kemudian ia menulis disertasi sekunder yang diperlukan
untuk memenuhi syarat sebagai guru sekolah tinggi. Kemudian ia pindah ke
Düsseldorf dan akhirnya se hamburg. Dia mengajar matematika, fisika, sejarah
dan sastra jerman. Dia menetap di Munich, di sana untuk menjalani kehidupan
sarjana yang independen / filsuf. Dia mulai menulis sebuah buku pengamatan
politik. Awalnya untuk menjadi berjudul Konservatif dan Liberal, itu
direncanakan sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat ini di
Eropa - yang mempercepat perlombaan senjata, Entente "pengepungan" di
Jerman, sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari
bangsa-bangsa - dan mana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba
tersentak oleh gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam
"global" dan "total-budaya" istilah. Dia melihat Eropa
sebagai berbaris pergi untuk bunuh diri, langkah pertama menuju kematian
terakhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah.
Pemikiran
Perang Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam
pikirannya keabsahan tesis yang sudah dikembangkan. Pekerjaan yang
direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang jauh melampaui batas
aslinya. Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi revisi jilid pertama yang
berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah melihat penampilan jilid
kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua tulisan-tulisan dan
pernyataan-pernyataan.
Dengan
memnanfaatkan pendekatan physiogmatic, Spengler yakin akan kemampuannya untuk
memecahkan teka-teki sejarah. Berikut ini adalah postulat dasarnya:
1. The "linear" pandangan
sejarah harus ditolak, demi siklus. Sebelum ini sejarah, khususnya sejarah
Barat, telah dipandang sebagai sebuah "linear" kemajuan dari rendah
ke tinggi, seperti anak-anak tangga di tangga - evolusi tak terbatas ke atas.
Sejarah Barat dengan demikian dipandang sebagai berkembang secara progresif:
Yunani 'Romawi' Medieval 'Renaisans' modern, atau, Kuno 'Medieval' modern.
Konsep ini, Spengler bersikeras, hanyalah produk dari ego manusia Barat -
seolah-olah segala sesuatu di masa lalu menunjuk kepada anaknya, ada begitu
bahwa ia mungkin belum ada sebagai bentuk-lebih disempurnakan.
2. Gerakan siklis sejarah bukan
hanya orang-orang bangsa, negara, ras, atau peristiwa, tapi Budaya Tinggi.
Sejarah tercatat delapan tersebut memberi kita "budaya tinggi":
India, Babilonia, Mesir, Cina, Meksiko (Mayan-Aztec), Arab (atau
"Magian"), Klasik (Yunani dan Roma), dan european-Barat.
3. Budaya tinggi "hidup"
hal - organik di alam - dan harus melewati tahap-tahap pengembangan
kelahiran-pemenuhan-membusuk-kematian. Semua budaya sebelumnya telah melewati
tahap yang berbeda ini, dan budaya Barat bisa ada pengecualianBahkan, yang
sekarang dalam tahap proses pembangunan organik dapat tepat.Tinggi air pasang
dari Tinggi Budaya adalah fase pemenuhan - disebut "budaya" fase.
The Awal kemunduran dan kerusakan dalam Budaya
adalah titik transisi antara "budaya" fase dan "peradaban"
fase yang mau tidak mau mengikuti. peradaban drastis saksi fase pergolakan
sosial, gerakan massa rakyat, perang terus-menerus dan konstan krisis. Semua
ini terjadi seiring dengan pertumbuhan yang besar "kota yg besar
sekali" - perkotaan dan pinggiran kota besar pusat-pusat yang getah
desa-desa sekitarnya vitalitas mereka, kecerdasan, kekuatan, dan jiwaPenduduk
perkotaan ini konglomerasi - sekarang sebagian besar rakyat - adalah tak
menentu, tidak berjiwa, tak bertuhan, dan materialistis massa. Dari ini datang
subhuman "fellaheen" - cocok peserta dalam sekarat-keluar dari suatu
budaya. Dengan fase peradaban datang aturan kembarannya Uang dan alat-alat,
Demokrasi dan PersUang berkuasa atas kekacauan, dan hanya Uang keuntungan
dengan itu. Tapi yang benar pembawa budaya - jiwa-jiwa orang-orang yang masih
satu dengan budaya-jiwa - yang muak dan jijik oleh Uang-kekuasaan dan
fellaheen, dan bertindak untuk memecahkannya, karena mereka terpaksa untuk
melakukannya -- - dan sebagai budaya massa-jiwa akhirnya memaksa akhir
kediktatoran uang. Jadi fase peradaban diakhiri dengan Age of Caesarism, di
mana kekuatan besar datang ke tangan orang-orang besar, membantu dalam hal ini
dengan kekacauan akhir Uang-aturan. Datangnya dari Caesars menandai kembalinya
Kewenangan dan Tugas, Kehormatan dan "Darah," dan akhir demokrasi.
Dengan tiba yang "imperialistik" panggung peradaban, di mana para
Kaisar dengan band-band pengikut pertempuran satu sama lain untuk menguasai
bumi. Massa besar tidak mengerti dan tidak peduli; yang megalopoli
perlahan-lahan mengurangi penduduk, dan massa berangsur-angsur "kembali ke
tanah," untuk menyibukkan diri mereka di sana dengan tanah yang sama-tugas
sebagai nenek moyang mereka berabad-abad sebelumnya.
Kekacauan
peristiwa yang terjadi di atas kepala mereka. Sekarang, di tengah semua
kekacauan di kali, tiba "kedua religiusitas"; sebuah kerinduan
kembali ke simbol lama dari iman budayaDibentengi dengan demikian, massa dalam
semacam kepuasan pasrah mengubur jiwa mereka dan usaha mereka ke dalam tanah
dari mana mereka dan budaya mereka melompat, dan terhadap latar belakang ini
yang sedang sekarat dari Kebudayaan dan peradaban itu diciptakan dimainkan. Setiap
Budaya rentang kehidupan-dapat dilihat untuk terakhir sekitar seribu tahun:
Klasik ada dari 900 SM hingga 100 AD; Arab (Ibrani-Yahudi Kristen-Islam) dari 100
SM hingga 900 M.; Barat dari 1000 AD sampai 2000 AD . Namun, span ini adalah
ideal, dalam arti bahwa seorang laki-laki masa hidup yang ideal adalah 70
tahun, meskipun ia mungkin tidak pernah mencapai usia itu, atau mungkin hidup
dengan baik di baliknya. Kematian seorang Budaya mungkin pada kenyataannya akan
dimainkan selama ratusan tahun, atau mungkin terjadi seketika karena kekuatan
luar - seperti dalam tiba-tiba akhir Budaya Meksiko. Walaupun setiap kebudayaan
memiliki Jiwa yang unik dan pada dasarnya khusus dan terpisah, perkembangan
siklus kehidupan ini paralel dengan semua dari mereka: Untuk setiap fase dari
siklus dalam suatu Budaya, dan untuk semua peristiwa-peristiwa besar yang
mempengaruhi para Tentu saja, ada rekan dalam sejarah setiap budaya lain.
Dengan demikian, Napoleon, yang mengantar dalam fase peradaban Barat, menemukan
rekannya di Alexander dari Makedonia, yang melakukan hal yang sama untuk
klasik. Oleh karena itu "contemporaneousness" dari semua budaya
tinggi. Dalam beberapa kalimat itu bisa disimpulkan:
Sejarah manusia adalah catatan siklus naik-turun
tidak berkaitan Budaya Tinggi. Budaya ini dalam realitas kehidupan
super-bentuk, yaitu, mereka organik di alam, dan seperti semua organisme harus
melewati fase lahir-hidup-mati. Meskipun terpisah dalam diri mereka, semua
pengalaman Cultures Tinggi perkembangan paralel, dan peristiwa-peristiwa dan
fase dalam satu menemukan peristiwa dan sesuai fase yang lain. Hal ini mungkin
dari sudut pandang abad kedua puluh memungut dari masa lalu makna sejarah
siklik, dan dengan demikian meramalkan kejatuhan dan Barat.
Tak perlu dikatakan, teori semacam itu - meskipun
agak digembar-gemborkan dalam karya Giambattista Vico dan abad ke-19 Rusia
Nikolai Danilevsky, serta dalam Nietzsche - ditakdirkan untuk mengguncang
dasar-dasar intelektual dan semi-dunia intelektual Itu sehingga dalam waktu
singkat, sebagian karena waktu yang sangat tepat, dan sebagian lagi untuk
kecemerlangan (meskipun tidak unflawed) dengan yang disajikan Spengler itu.
3.
ARNOLD TOYNBEE
Biografi
Toynbee adalah keponakan dari sejarawan ekonomi. Arnold Toynbee,Lahir di London, Arnold J. dididik di Winchester College dan Balliol College, Oxford. Ia memulai karir mengajar di Balliol College tahun 1912, dan setelah itu memegang posisi di King's College London (sebagai Profesor Modern Sejarah Yunani dan Bizantium), di London School of Economics dan Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Chatham rumah. Dia adalah Direktur Studi di RIIA antara 1929 dan 1956. Bekerja untuk Departemen Intelijen Politik dari Kantor Luar Negeri Inggris selama Perang Dunia I dan menjabat sebagai delegasi ke Konferensi Perdamaian Paris pada 1919. Dengan asisten riset, Veronica M. Boulter, yang akan menjadi istri kedua, ia co-editor tahunan RIIA Survey of International Affairs. Toynbee pada tahun 1936 diterima di Reichskanzlei oleh Adolf Hitler. Selama Perang Dunia II, ia kembali bekerja di Kementerian Luar Negeri dan menghadiri pembicaraan damai pasca-perang. Pernikahan pertamanya adalah Rosalind Murray (1890 - 1967), putri dari Gilbert Murray, pada tahun 1913; mereka memiliki tiga anak laki-laki, di antaranya Philip Toynbee adalah yang kedua. Mereka bercerai pada tahun 1946; Boulter Arnold kemudian menikah pada tahun yang sama.
Pemikiran
Toynbee ide-ide dan pendekatan sejarah dapat
dikatakan jatuh ke dalam disiplin sejarah Perbandingan. Sementara mereka dapat
dibandingkan dengan yang digunakan oleh Oswald Spengler dalam The Decline from
west, ia menolak Spengler's deterministik pandangan bahwa peradaban naik dan
turun sesuai dengan siklus alamiah dan tak terelakkan. Bagi Toynbee, sebuah
peradaban mungkin atau mungkin tidak terus berkembang, tergantung pada
tantangan yang dihadapi dan responnya kepada mereka.
Toynbee menyajikan sejarah sebagai kebangkitan dan
kejatuhan peradaban, bukan sejarah negara-bangsa atau kelompok etnis. Dia
mengidentifikasi peradaban-nya sesuai dengan budaya atau agama daripada
kriteria nasional. Dengan demikian, "Peradaban Barat", yang terdiri
dari segala bangsa yang telah ada di Eropa Barat sejak runtuhnya Kekaisaran
Romawi, diperlakukan secara keseluruhan, dan dibedakan baik dari
"Ortodoks" peradaban Rusia dan Balkan, dan dari Yunani-Romawi
peradaban yang mendahuluinya. Dengan peradaban sebagai unit diidentifikasi, ia
menyajikan sejarah masing-masing dalam hal tantangan-dan-respons. Peradaban
muncul sebagai tanggapan terhadap beberapa serangkaian tantangan yang sangat
sulit, ketika "minoritas kreatif" diciptakan solusi yang reorientasi
seluruh masyarakat. Tantangan dan tanggapan itu fisik, seperti ketika Sumeria
mengeksploitasi terselesaikan rawa-rawa bagian selatan Irak dengan
menyelenggarakan Neolitikum penduduk menjadi masyarakat yang mampu melaksanakan
skala besar proyek-proyek irigasi, atau sosial, seperti ketika Gereja Katolik
menyelesaikan kekacauan pasca-Romawi Eropa dengan mendaftar kerajaan Jermanik
baru dalam satu komunitas religius. Ketika sebuah peradaban merespons
tantangan, ia tumbuh. Peradaban ditolak saat para pemimpin mereka berhenti
bereaksi kreatif, dan peradaban kemudian tenggelam karena nasionalisme,
militerisme, dan tirani minoritas yang zalim (lihat mimesis). Toynbee
berpendapat bahwa "Peradaban mati akibat bunuh diri, bukan oleh
pembunuhan." Bagi Toynbee, peradaban tidak berwujud atau tidak dapat
diubah mesin tetapi jaringan hubungan sosial dalam perbatasan dan karena itu
tunduk pada kedua bijaksana dan tidak bijaksana keputusan yang mereka buat. Dia
menyatakan sangat mengagumi Ibn Khaldun dan khususnya Muqaddimah (1377), kata
pengantar untuk Ibn Khaldun sejarah universal sendiri, yang mencatat banyak
bias sistemik yang mengganggu analisis sejarah melalui bukti-bukti, dan menyajikan
teori awal pada siklus Toynbee melihat pada peradaban India mungkin dapat diringkas
oleh kutipan berikut. Literatur yang luas, yang megah, kemewahan, ilmu-ilmu
yang megah, yang besar harus menyadari, menyentuh jiwa musik, kekaguman
inspirasi dewaHal ini sudah menjadi jelas bahwa satu bab yang memiliki awal
Barat akan memiliki untuk memiliki India berakhir jika tidak akan berakhir
dalam penghancuran diri umat manusia. Pada saat ini amat berbahaya dalam
sejarah satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia adalah cara India.
Ide Toynbee dipromosikan menikmati beberapa mode (ia
muncul di sampul Majalah Time pada tahun 1947). Mereka mungkin telah korban
awal dari Perang Dingin 's iklim intelektual. Toynbee telah dikritik keras oleh
sejarawan lain. Secara umum, kritik telah ditujukan pada penggunaan-nya mitos
dan metafora sebagai nilai sebanding data faktual, dan pada tingkat kesehatan
dari argumen umum tentang naik dan turunnya peradaban, yang mungkin terlalu
banyak mengandalkan pada pandangan agama sebagai kekuatan regeneratifBanyak
kritikus mengeluh bahwa kesimpulan yang ia mencapai orang-orang moralis Kristen
dan bukan seorang sejarawan. Hugh Trevor-Roper karya Toynbee digambarkan
sebagai "Filsafat mish-mash" - Peter Geyl menggambarkan pendekatan
ideologis Toynbee sebagai "spekulasi metafisik berpakaian sebagai sejarah.
Pekerjaannya, bagaimanapun, telah dipuji sebagai jawaban untuk merangsang kecenderungan yang mengkhususkan penelitian sejarah modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar