PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara
berkembang yang terus memperbaiki segala aspek yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Seiring dengan perubahan zaman Ilmu pengetahuan dan teknologi pun semakin berkembang, salah satu diantaranya
dalam bidang listrik. Indonesia sendiri kaya akan hasil alamnya sehigga dinilai
mampu untuk menciptakan banyak pembangkit listrik guna menyetarakan listrik
kedaerah terpencil yang belum bisa merasakan akan manfaatnya listrik ataupun
yang masih terbatas menggunakan listriknya.
Kalimantan Timur adalah salah satu
provinsi yang dikaruniai begitu banyak kekayaan alam, terutama sumber energi
dan salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang masih bersih dan
memiliki udara yang masih segar, serta merupakan salah satu propinsi penghasil
energi terbesar di Indonesia. namun hal yang tidak sepantasnya terjadi di
Kalimantan Timur yaitu sering terjadinya pemadaman Listrik. di Kalimantan Timur
sendiri masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga disel yang bising dan
membuat getaran yang mengganggu lingkungan sekitar pembangkit tersebut.
pemadaman listrik sudah menjadi kebiasaan di Kalimantan Timur, sehingga semua
rumah, toko, dan mall sekalipun sering menggunakan genset karena pemadaman listrik yang sering terjadi di daerah tersebut. Oleh karena
itu penulis ingin mencoba mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dimana
sesuai dengan karakteristik alam dan memanfaatkan dari sumber daya alam yang
ada, agar tidak mengganggu lingkungan dan penduduk yang berada di sekitar bisa
merasakan dan menikmati listrik dengan tanpa adanya pemadaman-pemadaman listrik
yang berlanjut.
1.2
Tujuan Penulisan
1.
Menyetarakan
aliran Listrik di daerah yang dibatasi aliran listriknya.
2.
Mengurangi getaran yang mengganggu lingkungan
akibat bising yang ditimbulkan oleh pembangkit listrik tenaga disel yang ada di
Kalimantan Timur
PEMBAHASAN
2.1 Perancangan Sistem
Sistem hibrid
PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau sumber pembangkit listrik yang
lain dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tanpa baterai dan yang
menggunakan baterai (Strong, Steven J and William G. Scheller, 1993: 72). Pada
penelitian ini akan dibahas mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang
menggunakan baterai sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem
hibrid PLTS dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta menganalisis
faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang dihasilkan sel surya
berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan memasok energi listrik
sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik rumah tangga, sedangkan
70% listrik sisanya dari PLN.
Hibridasi antara
PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk mendapatkan kekontinuan pasokan
(supply) listrik ke beban. Pada sistem hibrid PLTS dengan PLN yang akan
dirancang, terdiri dari array fotovoltaik, regulator (charge controller),
baterai, dan inverter. Listrik arus searah (DC) dari modul fotovoltaik, akan
diubah menjadi arus bolak-balik (AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang akan
dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu
beban hanya dipasok oleh salah satu pembangkit; ketika PLTS bekerja mensuplai
listrik ke beban maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban (sebagai contoh
keadaan pada pagi hari sampai sore hari). Begitu pun sebaliknya apabila listrik
PLN sedang memberikan suplai listrik ke beban, maka PLTS dilepaskan dari beban
(sebagai contoh keadaan pada malam hari). Ketika pembangkit yang sedang
mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip, maka pembangkit yang lain
akan segera menggantikannya secara otomatis melalui switch pengatur.
2.1. Switch Controller Proses
kendali sistem
hibrid antara PLTS dan PLN dilakukan oleh unit kontroler. Sistem hibrid yang
akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu
tertentu beban hanya disuplai oleh salah satu pembangkit, oleh karena itu
switch controller akan bertindak mengatur sumber pembangkit yang akan mensuplai
beban.
Pada switch
controller yang akan dirancang, unit kontroler dapat digunakan secara manual
maupun otomatis. Secara manual yaitu pengguna dapat memilih sumber pembangkit
yang akan mensuplai beban dengan menentukan salah satu sumber pembangkit yang
akan bekerja terlebih dahulu. Secara otomatis yaitu unit kontroler akan bekerja
secara otomatis mendeteksi kesiapan sumber pembangkit yang akan mensuplai
beban. Jika salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka
secara otomatis sumber pembangkit yang lain yang akan menggantikannya.
Pada saat sistem
hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan memilih mode yang akan
digunakan. Jika yang digunakan mode manual, maka pengguna harus memilih sumber
pembangkit yang akan digunakan dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode
PLTS. Pada saat salah satu sumber
pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna harus mengaktifkan
mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika yang digunakan mode
otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa tegangan BCR pada PLTS. Apabila
tegangan tidak lebih besar dari 22,2V,
maka PLTS akan melakukan pengisian (charging).
Pada saat PLTS
melakukan pengisian (charging), perintah diteruskan ke PLN untuk mensuplai
beban. Apabila PLTS sudah melakukan proses charging sampai pada tegangan lebih
besar dari 23,3V, maka PLN akan off dan unit kontroler akan mendeteksi lagi
tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan
bekerja mensuplai beban. Pada saat bekerja mensuplai beban, PLTS juga melakukan
pengisian (charging).
2.2. Beban Listrik (load)
Beban listrik
yang terdapat di rumah yang akan dipasang sistem PV yang terdiri dari 2 lantai
adalah lampu penerangan, televisi, DVD, AC, kulkas, magic jar, fan, pompa air,
mesin cuci. Sambungan listrik ke PLN sebesar 2200 VA. Pada saat beban listrik
tersebut digunakan maka sumbangan dari sistem PV sebesar 30% dari total energi
listrik yang dibutuhkan.
3.3. Analisis Kinerja Sistem
Hibrid PLTS dan PLN
Sistem PLTS
dirancang penyimpanan energi (storage system) oleh baterai (accu). Pada baterai
yang digunakan terdapat batas tegangan kerja sistem yang diatur oleh Baterry
Charge Regulator (BCR), yaitu indikator waktu sistem kerja PLTS dalam mensuplai
listrik ke beban.
Batas tegangan
kerja yang terdapat pada baterai yaitu, tegangan batas bawah, tegangan batas
bawah rekoneksi, dan tegangan batas atas. Sistem PLTS mulai bekerja pada saat
tegangan baterai melebihi tegangan batas bawah rekoneksi.
Apabila sistem
PLTS tidak digunakan untuk memasok beban, maka tegangan akan mencapai pada
tegangan batas atas. Pada saat sistem PLTS bekerja, terjadi penurunan tegangan.
Bila penurunan tegangan mencapai batas bawah, maka sistem PLTS akan off, pada
saat itu pula PLN mulai bekerja (on) memasok beban.
Dengan cara
kerja seperti itu, maka sistem PLTS memiliki kesempatan untuk melakukan
pengisian ulang (recharging) mulai dari tegangan batas bawah sampai pada batas
bawah rekoneksi. Batas tegangan kerja pada baterai berguna agar sistem PLTS
tidak on atau off dalam waktu yang singkat, yang dapat menyebabkan komponen
sistem mudah cepat rusak.
Baterai dalam
menyimpan energi dari modul membutuhkan waktu yang tidak relatif singkat. Pada
sistem PLTS yang dirancang, baterai yang digunakan memiliki tegangan 2V
sebanyak 12 buah dipasang seri. Baterai 2V yang digunakan memiliki batas atas +0,2V
dan batas bawah -0,15V.
Berarti pada
sistem PLTS, tegangan batas atas adalah
26,4V, tegangan batas bawah adalah 22,2V, dan tegangan batas bawah rekoneksi
23,3V. Sistem PLTS akan bekerja (on) apabila tegangan baterai mencapai batas
bawah rekoneksi dan tidak bekerja (off) apabila tegangan baterai mencapai batas
bawah. Baterai akan terisi penuh sampai pada tegangan batas atas.
a.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem PLTS
Dalam analisis kinerja sistem PLTS ini, faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja sistem yaitu:
- Pengaruh
faktor beban (jika beban yang digunakan rumah tangga tinggi maka PLTS tidak
dapat bekerja lama, jika beban yang digunakan rumah tangga rendah maka PLTS
dapat bekerja relatif lebih lama).
- Pengaruh
faktor intensitas sinar matahari (intensitas sinar matahari yang diterima oleh
sistem PLTS akan tinggi pada saat langit cerah, dan intensitas tersebut akan
berkurang bila dalam keadaan langit berawan).
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi lamanya waktu
PLTS bekerja. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang mempengaruhi
lamanya waktu PLTS bekerja.
5. Kesimpulan
1. Perancangan desain sistem hibrid antara
PLTS dengan jala-jala listrik PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang
dirancang mempunyai prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on)
maka PLN tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang
untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban
keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN.
2. Dalam perancangan sistem PLTS
untuk daerah Jakarta, digunakan data insolasi matahari yang terendah dalam satu
tahun sebagai dasar perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap
memasok energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total.
3. Kinerja sistem PLTS sangat
dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan faktor kondisi beban.
4. Semakin tinggi tingkat
insolasi matahari, maka semakin besar energi listrik yang dihasilkan modul
surya, sehingga semakin besar pula beban listrik yang mampu dipasok sistem
PLTS.
5. Pada sistem hibrid PLTS dan
PLN untuk rumah perkotaan diperlukan switch controller yang berfungsi sebagai
pengatur sumber pembangkit yang akan memasok listrik ke beban.
6. Semua peralatan yang digunakan
pada sistem PLTS untuk rumah perkotaan telah memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan sesuai dengan kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas
terpasang, sehingga diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi
listrik ke beban secara kontinu dan handal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar