Selasa, 29 April 2014

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Dengan Menciptakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya



PENDAHULUAN

I.              Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang terus memperbaiki segala aspek yang berkaitan dengan ilmu  pengetahuan dan teknologinya. Seiring  dengan perubahan zaman  Ilmu pengetahuan dan teknologi pun  semakin berkembang, salah satu diantaranya dalam bidang listrik. Indonesia sendiri kaya akan hasil alamnya sehigga dinilai mampu untuk menciptakan banyak pembangkit listrik guna menyetarakan listrik kedaerah terpencil yang belum bisa merasakan akan manfaatnya listrik ataupun yang masih terbatas menggunakan listriknya.
Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi yang dikaruniai begitu banyak kekayaan alam, terutama sumber energi dan salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang masih bersih dan memiliki udara yang masih segar, serta merupakan salah satu propinsi penghasil energi terbesar di Indonesia. namun hal yang tidak sepantasnya terjadi di Kalimantan Timur yaitu sering terjadinya pemadaman Listrik. di Kalimantan Timur sendiri masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga disel yang bising dan membuat getaran yang mengganggu lingkungan sekitar pembangkit tersebut. pemadaman listrik sudah menjadi kebiasaan di Kalimantan Timur, sehingga semua rumah, toko, dan mall sekalipun sering menggunakan genset karena pemadaman  listrik yang  sering terjadi di daerah tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mencoba mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, dimana sesuai dengan karakteristik alam dan memanfaatkan dari sumber daya alam yang ada, agar tidak mengganggu lingkungan dan penduduk yang berada di sekitar bisa merasakan dan menikmati listrik dengan tanpa adanya pemadaman-pemadaman listrik yang berlanjut.

1.2         Tujuan Penulisan
1.       Menyetarakan  aliran Listrik di daerah yang dibatasi aliran listriknya.
2.       Mengurangi getaran yang mengganggu lingkungan akibat bising yang ditimbulkan oleh pembangkit listrik tenaga disel yang ada di Kalimantan Timur



PEMBAHASAN
2.1 Perancangan Sistem
Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN (grid connected) atau sumber pembangkit listrik yang lain dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tanpa baterai dan yang menggunakan baterai (Strong, Steven J and William G. Scheller, 1993: 72). Pada penelitian ini akan dibahas mengenai sistem hibrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hibrid PLTS dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN. 
Hibridasi antara PLTS dengan listrik PLN bertujuan untuk mendapatkan kekontinuan pasokan (supply) listrik ke beban. Pada sistem hibrid PLTS dengan PLN yang akan dirancang, terdiri dari array fotovoltaik, regulator (charge controller), baterai, dan inverter. Listrik arus searah (DC) dari modul fotovoltaik, akan diubah menjadi arus bolak-balik (AC) melalui inverter. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya dipasok oleh salah satu pembangkit; ketika PLTS bekerja mensuplai listrik ke beban maka sambungan ke PLN dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan pada pagi hari sampai sore hari). Begitu pun sebaliknya apabila listrik PLN sedang memberikan suplai listrik ke beban, maka PLTS dilepaskan dari beban (sebagai contoh keadaan pada malam hari). Ketika pembangkit yang sedang mensuplai listrik ke beban tiba-tiba mengalami trip, maka pembangkit yang lain akan segera menggantikannya secara otomatis melalui switch pengatur.
2.1. Switch Controller Proses
kendali sistem hibrid antara PLTS dan PLN dilakukan oleh unit kontroler. Sistem hibrid yang akan dirancang menggunakan prinsip kerja satu arah, yaitu dalam satu waktu tertentu beban hanya disuplai oleh salah satu pembangkit, oleh karena itu switch controller akan bertindak mengatur sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. 
Pada switch controller yang akan dirancang, unit kontroler dapat digunakan secara manual maupun otomatis. Secara manual yaitu pengguna dapat memilih sumber pembangkit yang akan mensuplai beban dengan menentukan salah satu sumber pembangkit yang akan bekerja terlebih dahulu. Secara otomatis yaitu unit kontroler akan bekerja secara otomatis mendeteksi kesiapan sumber pembangkit yang akan mensuplai beban. Jika salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka secara otomatis sumber pembangkit yang lain yang akan menggantikannya. 
Pada saat sistem hibrid mulai bekerja (start), unit kontroler akan memilih mode yang akan digunakan. Jika yang digunakan mode manual, maka pengguna harus memilih sumber pembangkit yang akan digunakan dengan menentukan pilihan mode PLN atau mode PLTS.  Pada saat salah satu sumber pembangkit tidak dapat lagi mensuplai beban, maka pengguna harus mengaktifkan mode untuk pembangkit yang lain secara manual. Jika yang digunakan mode otomatis, maka unit kontroler akan memeriksa tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan tidak lebih besar dari  22,2V, maka PLTS akan melakukan pengisian (charging). 
Pada saat PLTS melakukan pengisian (charging), perintah diteruskan ke PLN untuk mensuplai beban. Apabila PLTS sudah melakukan proses charging sampai pada tegangan lebih besar dari 23,3V, maka PLN akan off dan unit kontroler akan mendeteksi lagi tegangan BCR pada PLTS. Apabila tegangan lebih besar dari 22,2V, maka PLTS akan bekerja mensuplai beban. Pada saat bekerja mensuplai beban, PLTS juga melakukan pengisian (charging).
2.2. Beban Listrik (load)
Beban listrik yang terdapat di rumah yang akan dipasang sistem PV yang terdiri dari 2 lantai adalah lampu penerangan, televisi, DVD, AC, kulkas, magic jar, fan, pompa air, mesin cuci. Sambungan listrik ke PLN sebesar 2200 VA. Pada saat beban listrik tersebut digunakan maka sumbangan dari sistem PV sebesar 30% dari total energi listrik yang dibutuhkan.   
3.3. Analisis Kinerja Sistem Hibrid PLTS dan PLN
Sistem PLTS dirancang penyimpanan energi (storage system) oleh baterai (accu). Pada baterai yang digunakan terdapat batas tegangan kerja sistem yang diatur oleh Baterry Charge Regulator (BCR), yaitu indikator waktu sistem kerja PLTS dalam mensuplai listrik ke beban.  
Batas tegangan kerja yang terdapat pada baterai yaitu, tegangan batas bawah, tegangan batas bawah rekoneksi, dan tegangan batas atas. Sistem PLTS mulai bekerja pada saat tegangan baterai melebihi tegangan batas bawah rekoneksi.  
Apabila sistem PLTS tidak digunakan untuk memasok beban, maka tegangan akan mencapai pada tegangan batas atas. Pada saat sistem PLTS bekerja, terjadi penurunan tegangan. Bila penurunan tegangan mencapai batas bawah, maka sistem PLTS akan off, pada saat itu pula PLN mulai bekerja (on) memasok beban.  
Dengan cara kerja seperti itu, maka sistem PLTS memiliki kesempatan untuk melakukan pengisian ulang (recharging) mulai dari tegangan batas bawah sampai pada batas bawah rekoneksi. Batas tegangan kerja pada baterai berguna agar sistem PLTS tidak on atau off dalam waktu yang singkat, yang dapat menyebabkan komponen sistem mudah cepat rusak.
Baterai dalam menyimpan energi dari modul membutuhkan waktu yang tidak relatif singkat. Pada sistem PLTS yang dirancang, baterai yang digunakan memiliki tegangan 2V sebanyak 12 buah dipasang seri. Baterai 2V yang digunakan memiliki batas atas +0,2V dan batas bawah -0,15V.
Berarti pada sistem PLTS, tegangan batas atas  adalah 26,4V, tegangan batas bawah adalah 22,2V, dan tegangan batas bawah rekoneksi 23,3V. Sistem PLTS akan bekerja (on) apabila tegangan baterai mencapai batas bawah rekoneksi dan tidak bekerja (off) apabila tegangan baterai mencapai batas bawah. Baterai akan terisi penuh sampai pada tegangan batas atas.
a.       Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Sistem PLTS
Dalam analisis kinerja sistem PLTS ini, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sistem yaitu:
-  Pengaruh faktor beban (jika beban yang digunakan rumah tangga tinggi maka PLTS tidak dapat bekerja lama, jika beban yang digunakan rumah tangga rendah maka PLTS dapat bekerja relatif lebih lama).
-  Pengaruh faktor intensitas sinar matahari (intensitas sinar matahari yang diterima oleh sistem PLTS akan tinggi pada saat langit cerah, dan intensitas tersebut akan berkurang bila dalam keadaan langit berawan). 

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi lamanya waktu PLTS bekerja. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kondisi yang mempengaruhi lamanya waktu PLTS bekerja.

5. Kesimpulan
 1. Perancangan desain sistem hibrid antara PLTS dengan jala-jala listrik PLN telah berhasil dilakukan. Sistem hibrid yang dirancang mempunyai prinsip kerja satu arah yaitu pada saat PLTS bekerja (on) maka PLN tidak bekerja (off) dan begitu pula sebaliknya. Sistem PLTS dirancang untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga sekitar 30% dari beban keseluruhan, selebihnya sekitar 70% dipenuhi dari PLN.   
2. Dalam perancangan sistem PLTS untuk daerah Jakarta, digunakan data insolasi matahari yang terendah dalam satu tahun sebagai dasar perhitungan agar sistem PLTS secara kontinu dapat tetap memasok energi listrik ke beban rumah tangga minimal 30% dari beban total.  
3. Kinerja sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca dan faktor kondisi beban.
4. Semakin tinggi tingkat insolasi matahari, maka semakin besar energi listrik yang dihasilkan modul surya, sehingga semakin besar pula beban listrik yang mampu dipasok sistem PLTS.  
5. Pada sistem hibrid PLTS dan PLN untuk rumah perkotaan diperlukan switch controller yang berfungsi sebagai pengatur sumber pembangkit yang akan memasok listrik ke beban.
6. Semua peralatan yang digunakan pada sistem PLTS untuk rumah perkotaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sesuai dengan kapasitas berdasarkan perhitungan dan kapasitas terpasang, sehingga diharapkan sistem PLTS tersebut mampu memasok energi listrik ke beban secara kontinu dan handal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar